Charles Thomas Studd

Charles Thomas Studd

Charles Thomas Studd, sering dikenal sebagai C. T. Studd (2 Desember 1860 – 16 Juli 1931), adalah seorang misionaris Inggris, kontributor The Fundamentals, dan seorang pemain kriket. Ayahnya bernama Edward Studd, seorang petani sukses di India yang kembali ke Inggeris. Pada 1888, ia menikahi Priscilla Stewart, dan pernikahan mereka menghasilkan empat putri, dan dua putra (yang meninggal saat masih bayi). Anak perempuan itu adalah:

  1. Salvation Grace Faith Studd (lahir 1889) menikah dengan Martin Sutton dan, setelah kematiannya, David C D Munro
  2. Dorothy Catherine Topsy Studd (lahir 1891) menikah dengan Pdt. Gilbert A Barclay
  3. Edith Crossley Mary Studd (lahir 1892) menikah dengan Alfred Buxton yang bekerja di Ethiopia
  4. Pauline Evangeline Priscilla Studd (lahir 1894), yang dikenal sebagai ‘Ma Ru’, menikahi Lieut Norman Grubb

C.T. Studd dan kedua saudaranya sudah bertobat sebelum ayah mereka meninggal. Studd bergabung dengan kampanye Moody dan menyerahkan hidupnya untuk pelayanan penginjilan di negara asing. Kehidupan C.T. Studd sudah berdampak besar di Cambridge. Selain bakatnya yang luar biasa sebagai pemain kriket terbaik di antara para anggota “Kesebelasan Cambridge” (bahasa Inggris: Cambridge Eleven), satu hal yang juga menghebohkan ialah adanya enam mahasiswa Cambridge lainnya — semua mahasiswa cerdas dan berbakat — yang mengambil keputusan yang sama dengan Studd, setelah mereka mengetahui keputusan Studd. Studd dan keenam temannya tersebut dijuluki “Sapta Cambridge” (bahasa Inggris: Cambridge Seven). Mereka bernazar untuk berlayar ke China dan melayani bersama di bawah naungan Misi Pedalaman China (China Inland Mission — CIM). Cambridge Seven terdiri atas:

  1. Charles Thomas Studd
  2. Montagu Harry Proctor Beauchamp
  3. Stanley P. Smith
  4. Arthur T. Polhill-Turner
  5. Dixon Edward Hoste
  6. Cecil H. Polhill-Turner
  7. William Wharton Cassels

Cambridge Seven menjadi misionaris di di Misi Darat Tiongkok setelah menghadap kepada Hudson Taylor. Mereka berangkat untuk pelayanan ke sana pada bulan Februari 1885. Dari pekerjaan misionarisnya dia berkata,
Beberapa ingin hidup dalam suara gereja atau lonceng kapel; Saya ingin menjalankan toko penyelamat di halaman neraka.

Ayahnya meninggal saat melayani di Cina dan mendapatkan warisan yang sangat besar jumlahnya. Setelah menekuni firman Allah dan banyak berdoa, Studd merasa terdorong untuk menyerahkan kekayaannya kepada Kristus. Warisan yang didapatkan sebesar £ 29.000, diberikan £ 5.000 untuk Moody Bible Institute, £ 5.000 untuk pekerjaan misi George Müller dan anak-anak yatim piatunya, £ 5.000 untuk pekerjaan George Holland dengan pekerja Inggris miskin di Whitechapel, dan £ 5.000 kepada Komisaris Booth Tucker untuk Salvation Army di India dan sejumlah sumbangan kepada pelayanan lainnya hingga tersisa £ 3.400. Warisan itu diberikan dengan persetujuan Priscilla Steward yang juga melayani di sana, di bawah naungan Bala Keselamatan, istrinya yang dinikahi di Cina. Priscilla adalah utusan Injil muda dari Ulster, Irlandia. Mereka melayani Tuhan bersama-sama di daratan Cina dengan melewati berbagai bahaya dan kesukaran. Pada tahun 1894, karena kesehatannya memburuk, keluarga Studd pun kembali ke Inggris. Di sana mereka menyerahkan tanah milik mereka kepada China Inland Mission.

Sekembalinya ke Inggris ia diundang untuk mengunjungi Amerika di mana saudara lelakinya Kynaston yang mengatur pertemuan yang mengarah pada pembentukan Gerakan Relawan Pelajar. Dia juga mempengaruhi John Mott di sini.

Pada tahun 1900, Studd dan keluarganya hijrah ke India selama 6 tahun untuk melayani para petani dan penduduk yang bisa berbicara bahasa Inggis. Studd menjadi seorang pendeta di sebuah gereja di Ootacamund di India Selatan dan meskipun itu adalah situasi yang berbeda dengan pekerjaan misionaris perintis yang dia lakukan di Cina, pelayanannya ditandai oleh banyak pertobatan antara pejabat Inggris dan masyarakat setempat.

Sekembalinya ke rumah, Studd bertemu dengan seorang misionaris Jerman bernama Karl Kumm, dan dia menjadi khawatir tentang sebagian besar Afrika yang belum pernah dijangkau dengan Injil. Pada tahun 1910 ia pergi ke Sudan dan prihatin dengan kurangnya iman Kristen di Afrika Tengah. Karena keprihatinan ini, Studd mendirikan Heart of Africa Mission dengan kantor pusat di Highland Road di Upper Norwood, London Selatan dengan dukungan dana dari Lord Radstock.

Terhadap saran medis, Studd pertama kali mengunjungi Kongo Belgia pada tahun 1913 di perusahaan Alfred Buxton, dan mendirikan empat stasiun misi di daerah yang kemudian dihuni oleh delapan suku yang berbeda. Studd kembali ke Inggris ketika Priscilla jatuh sakit, tetapi ketika dia kembali ke Kongo pada tahun 1916, dia telah pulih cukup untuk melakukan perluasan misi ke dalam Worldwide Evangelization Crusade dengan pekerja di Amerika Selatan, Asia Tengah dan Timur Tengah serta Afrika. Didukung oleh pekerjaan istrinya di rumah, Studd membangun jangkauan misi yang luas berdasarkan pusatnya di Ibambi di wilayah Budu. Priscilla melakukan kunjungan singkat ke Kongo pada tahun 1928. Itu adalah kali terakhir mereka bertemu sebab setahun kemudian meninggal. Putrinya Pauline dan menantunya Norman Grubb kemudian bergabung dengan Studd.

Pada tahun 1931, masih bekerja untuk Tuhan di Ibambi pada usia tujuh puluh, Charles Studd meninggal karena batu empedu yang tidak diobati di Malaga Afrika, tetapi visinya untuk Cina, India dan Afrika dipertahankan oleh Norman Grubb, yang mengambil alih WEC. Secara total dia menghabiskan beberapa tahun di Cina dan enam di India untuk pekerjaan misionarisnya dan kemudian dia mengabdikan sisa hidupnya untuk menyebarkan pesan Injil di Afrika, mendirikan Worldwide Evangelization Crusade ( sekarang WEC International). WEC adalah nama baru mengantikan Heart of Africa Mission.

Studd  menghasilkan banyak buah bagi Kristus selama hidupnya. Di Afrika melayani sambil menanggung kelemahan dan sakit-penyakit. Gigi-giginya tanggal dan beberapa kali ia mengalami serangan jantung. Namun, ia menanggung semua kesulitan itu sebagai prajurit yang baik dari Tuhan Yesus Kristus.  Perkataan terakhir yang diucapkannya adalah,”Haleluya!”

Robert Raikes

Robert Raikes – Bapak Sekolah Minggu

Robert Raikes (lahir 14 September 1736 – meninggal 5 April 1811 pada umur 74 tahun) adalah seorang dermawan Inggris yang dikenal sebagai bapak pendiri Sekolah minggu. Ia lahir di Gloucester pada 1736, anak sulung dari pasangan Mary Drew dan Robert Raikes seorang penerbit surat kabar di Inggris. Ia dibaptis pada tanggal 24 September 1736 di gereja St. Mary de Crypt di Gloucester. Pada 23 Desember 1767, ia menikah dengan Anne Trigge, seorang wanita yang berasal dari keluarga terhormat, dan dikaruniai tiga anak laki-laki dan tujuh anak perempuan.

Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di sekolah milik Gereja St. Mary de Crypt tempat ia dibaptiskan. Setelah lulus pendidikan dasar, pada usia empat belas tahun, ia melanjutkan studi di sekolah Katedral Gloucester. Suasana sekolah ini begitu ketat. Anak-anak dididik dengan kurikulum yang klasik. Pada pukul enam pagi, mereka mengawalinya dengan ibadah. Ibadah dimulai dengan pembacaan mazmur, doa, renungan, dan nyanyian rohani. Di sekolah ini, para murid dituntut menguasai beberapa bahasa, antara lain bahasa Yunani, Latin, dan Prancis.

Dia mewarisi bisnis penerbitan dari ayahnya, menjadi pemilik Gloucester Journal pada 1757. Dia kemudian memindahkan bisnisnya ke Rumah Robert Raikes pada 1758. Gerakan ini dimulai dengan sekolah untuk anak laki-laki di daerah kumuh. Raikes menjadi tertarik pada reformasi penjara, khususnya dengan kondisi di penjara Gloucester dan melihat bahwa kejahatan lebih baik dicegah daripada disembuhkan. Dia melihat sekolah sebagai intervensi terbaik. Waktu terbaik yang tersedia adalah hari Minggu karena anak-anak lelaki itu sering bekerja di pabrik selama enam hari lainnya. Guru terbaik yang tersedia adalah umat awam. Buku teks itu adalah Alkitab, dan kurikulum yang awalnya dimaksudkan dimulai dengan belajar membaca dan kemudian berkembang menjadi katekismus

Robert Raikes dikenal sebagai penggagas sekolah minggu meskipun ia tidak memulai Sekolah Minggu pertama. Beberapa sudah ada seperti yang didirikan oleh Hannah Ball di High Wycombe. Pada abad 18, Inggris sedang dilanda krisis ekonomi yang sangat parah sebagai akibat Revolusi Industri. Robert Raikes melihat banyak anak-anak yang harus menjadi tenaga kerja di pabrik-pabrik sebagai buruh kasar dan bekerja enam hari dalam seminggu, yaitu pada hari senin hingga sabtu. Hari minggu mereka libur. Oleh karena itu, pada hari Minggu, mereka menjadi liar dikarenakan hanya pada hari inilah mereka bisa beriang gembira. Kebanyakan dari mereka menghabiskan uang penghasilan mereka dengan hal-hal yang tidak berguna seperti minum-minuman keras.

Melihat keadaan itu, Robert Raikes bertekad untuk mengubah keadaan. Ia kemudian memulai sekolah minggu ini di dapur Ny. Mederith di kota Scooty Alley pada Juli 1780. Di sana, selain mendapat makanan, anak-anak diajarkan sopan santun, membaca, dan menulis. Menurut Raikes, buku pelajaran yang terbaik yang bisa dipakai adalah Alkitab. Namun guru itu akhirnya menyerah karena tidak mampu mengajar mereka. Tapi muncullah seorang guru yang ke-2 yang bernama Ibu Crithchey. Ia lebih pintar dan jabatan guru turun temurun terus. Aturan pun akhinya dibuat pelajaran dimulai jam 10:00 – 12:00 pulang makan siang dan pukul  13:00 – 17:00. Setelah itu mereka diperbolehkan pulang dan selalu diingatkan untuk langsung pulang ke rumah dan tidak berbuat keributan di jalan.

Dalam dua tahun, sekolah minggu dibuka di beberapa sekolah dan di sekitar Gloucester. Raikes kemudian mempublikasikan sekolah minggu melalui Gentleman’s Magazine, dan juga Arminian Magazine pada 1784. Timbul perselisihan tentang gerakan ini di tahun-tahun awal. Sekolah-sekolah itu secara mengejek disebut “Raikes ‘Ragged School”. Pihak pengusaha menentang karena khawatir jika buruh anak-anak bisa membaca dan menulis maka mereka akan meminta upah yang lebih besar. Kritik terberat yang diajukan termasuk bahwa itu akan melemahkan pendidikan agama berbasis rumah, bahwa itu mungkin merupakan penodaan hari Sabat, dan bahwa orang Kristen tidak boleh dipekerjakan pada hari Sabat. Beberapa gerejawi terkemuka — di antaranya Uskup Samuel Horsley — menentang mereka dengan alasan bahwa mereka mungkin tunduk pada tujuan propaganda politik. “Perselisihan Sabat” pada tahun 1790-an membuat banyak sekolah Minggu menghentikan pengajaran tulisan mereka.

Akhirnya atas bantuan John Wesley (pendiri Gereja Methodis), kehadiran sekolah minggu diterima juga oleh gereja, mula-mula oleh Gereja Methodis, akhirnya gereja-gereja Protestan lain. Pada tahun 1831, sekolah minggu di Inggris telah mengajar 1.250.000 anak, sekitar 25 persen dari populasi.

George Muller

George Muller dilahirkan di Kroppensstedt, Jerman pada tanggal 27 September 1895. Ia tumbuh menjadi seorang anak yang sangat nakal dan selalu membangkang terhadap orang tuanya. Pada waktu George berumur 10 tahun ia sudah berani mencuri uang yang disimpan ayahnya yang bekerja sebagai bendahara di sebuah kantor pemerintah. Dengan bertambahnya usia George, tingkah lakunya semakin tidak terkendali; ia terlibat dalam berbagai macam tindakan asusila dan juga mabuk-mabukan. Pada suatu ketika ia ditantang teman-temannya untuk meminum 5 quarts bir, dan George Muller membuktikan bahwa ia memang sanggup melakukan hal itu dengan baik.

Salah satu kesukaan yang sering dilakukannya menginap di hotel-hotel yang mahal selama beberapa hari, lalu kabur tanpa membayar sewa hotelnya. Apabila demikian, ayahnya terpaksa datang untuk melunasi rekening hotel tersebut. Karena tingkah lakunya yang demikian, George pernah mendekam di penjara selama satu bulan dan kembali sang ayah yang baik hati datang untuk menebus anak kesayangannya itu.

Pada suatu malam ibu George sakit keras, dan ia dipanggil untuk datang ke rumah sakit. Tetapi, ia menolak sebab ia sedang asyik bermain kartu dengan teman-temannya hingga pukul dua dinihari. Keesokkan harinya ia tetap juga tidak membesuk ibunya, sebab hari itu dihabiskannya dengan bermabuk-mabukan dengan teman-temannya. Ia tidak menyesal ketika ibunya meninggal dunia dan ia tidak dapat melihat ibunya untuk terakhir kalinya.

Pada waktu George memasuki usia 20 tahun, ia melanjutkan studinya di universitas Halle yang pada waktu itu mempunyai 1200 mahasiswa. Diantara sekian banyaknya mahasiswa, hanya ada delapan orang Kristen yang sungguh-sungguh mempratekkan iman mereka. Dengan segera George menjadi pemimpin yang disukai teman-temannya sesama mahasiswa yang juga suka berfoya-foya dan mabuk-mabukkan. Delapan mahasiswa Kristen yang ada di kampus Halle itu selalu menjadi bahan ejekan dan olokan dari George dan teman-temannya.

Menjelang akhir tahun pelajaran pertama di Halle, George merasa ada sesuatu yang tidak beres dalam dirinya. Secara fisik ia sehat-sehat saja, tetapi entah mengapa ia merasa sangat tidak bahagia dan batinnya tertekan. Ia pikir karena terlalu banyak kesibukan, maka ia pergi berlibur ke Swiss dengan harapan beban yang ada di dalam batinnya akan hilang dengan sendirinya. Tetapi ternyata liburan di Swiss tidak bisa menghilangkan rasa tertekan di dalam batinnya. Ia segera kembali ke Halle dan kuliah lagi seperti biasanya, namun beban batin itu ternyata semakin besar dan berat menekan hatinya sehingga ia menjadi sangat gelisah tidak menentu.

Dalam keadaaan seperti ini, ia teringat kepada delapan mahasiswa Kristen yang sering diolok-oloknya. Mereka mengadakan persekutuan doa, dan tanpa diundang ia mengikuti persekutuan tersebut. Mereka semua menyambut George dengan sukacita dan menceritakan tentang Kristus kepadanya. Mereka terus mendoakan George, demikian juga George berdoa buat dirinya sendiri, sampai pada akhirnya melihat Yesus sebagai juruselamat dirinya secara pribadi. Dan secara tiba-tiba beban berat yang menindih hatinya sekian lama itu terlepas dengan sendirinya, dan sebagai gantinya ada perasaan kasih terhadap Kristus yang sangat besar mengalir di dalam hatinya. Pada hari itu, bertobatlah George Muller!

Pertobatannya itu mengubah seluruh kehidupannya secara luar biasa. Sejak hari pertobatannya sampai saat ia dipanggil pulang ke surga pada usia 92 tahun, George Muller mendedikasikan seluruh hidupnya kepada Kristus secara luar biasa. Ketika ia berumur 25 tahun, ia menikah dengan Mary Groves dan pindah dari Jerman ke Inggris untuk menggembalakan sebuah jemaat kecil yang beranggotakan 18 jiwa. Berkat yang ia terima dari penghasilannya pada waktu itu hanya 55 poundsterling. Uang itu ternyata diperoleh dari hasil meminjamkan kursi-kursi gereja kepada orang-orang yang membutuhkannya.

Ketika ia mengetahui hal ini, ia menolak untuk menerima uang tersebut, dan sebagai gantinya ia menaruh sebuah kotak di gereja dengan imbauan siapa yang digerakkan Tuhan untuk membantu pelayanannya, boleh memasukkan uang ke dalam kotak itu. Sejak saat itu ia berketetapan untuk tidak bersandar kepada manusia dalam kebutuhan finansialnya. Ia hanya mau bersandar kepada Tuhan saja dalam segala sesuatu yang dibutuhkannya, dan prinsip ini dengan konsekuen dijalankannya sampai akhir hidupnya.

George Muller kemudian sangat terbeban untuk mendirikan panti asuhan bagi anak-anak terlantar di Inggris yang pada saat itu jumlahnya ribuan orang. Banyak di antara mereka harus masuk ke dalam penjara sebab tidak ada orang yang mau memberikan perhatian kepada mereka. Namun, untuk kebutuhan yang pertama ia membutuhkan uang 1000 poundsterling, dan ia berdoa untuk hal ini. Ada yang memberikan 10 shillings, dan ini tentu terlampau sedikit dibandingkan kebutuhan yang ada, namun ia mengucap syukur dan menaruh uang tersebut sebagai benih imannya. Kemudian orang lain datang memberikan sebuah lemari besar, 3 baskom air, sebuah wadah air minum, 28 piring makan, 4 pisau, 5 garpu, 3 tempat garam dan 4 cangkir. Kita dapat memberikan catatan yang rinci seperti itu, karena setiap uang dan benda yang diterimanya, semuanya dicatat dengan baik di dalam buku catatannya. George mempunyai kebiasaan seperti itu, sehingga setiap permohonan doa yang dinaikkan dan dikabulkan Tuhan, pasti ia catat dengan baik. Sepanjang hidupnya lebih dari 25.000 permohonan doa yang dikabulkan oleh Tuhan, baik permohonan yang kecil seperti pena, sabun, dan lain sebagainya sampai kepada hal-hal yang besar seperti dana untuk membangun panti asuhan.

George Muller dipakai Tuhan secara luar biasa untuk mendirikan panti asuhan Kristen. Pada tahun 1845 ia sudah mempunyai 130 anak asuh dengan menyewa empat gedung. Kemudian ia berketetapan untuk mempunyai gedung sendiri yang bisa menampung 300 anak, padahal uang kasnya hanya 5 poundsterling. George mulai membawa semuanya ini kepada Tuhan dalam doa, dan pada tanggal 14 Januari 1846, sebulan setelah ia berdoa, datanglah sebuah sumbangan sejumlah 1000 poundsterling. Ia mempunyai prinsip tidak mau berhutang pada siapapun, dan ia hanya mau mulai bergerak maju apabila dananya sudah cukup. Maka ia mulai membangun pada 5 Juli 1847, ketika semua dana yang diperlukan sudah terkumpul. Pembangunan berjalan dua tahun lamanya dan ketika bangunan itu sudah selesai, ternyata di kas masih tersisa uang 776 poundsterling.

Selama hidupnya, George Muller membangun empat gedung panti asuhan lagi dengan cara yang sama, dan jumlah uang yang dipakainya untuk lima bangunan itu adalah 575.000 poundsterling. Nama George Muller dikenang sepanjang masa sebagai bukti betapa besar kuasa anugerah Tuhan yang telah mengubah seorang pemuda yang semula hidup bergelimang di dalam dosa, menjadi seorang pahlawan doa yang dipakai Tuhan secara luar biasa.

William Carey

william careyWilliam Carey (lahir 17 Agustus 1761 – meninggal 9 Juni 1834 pada umur 73 tahun) adalah tokoh pekabaran Injil modern dan dikenal dalam sejarah gereja sebagai “Bapak Gerakan Misi Modern”.

Carey menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang untuk mengikuti jejaknya dalam bidang misionaris, termasuk ahli bahasa berbakat Henry Martyn. Sebelum meninggal dunia, Carey telah menyelesaikan penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Urdu, yang tetap menjadi dasar terjemahan modern, dan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Arab dan Persia.

Wiliam Carey dilahirkan di sebuah keluarga yang tidak mampu di Nortamptonshire, Inggris pada tahun 1761. Orangtua Carey merupakan anggota Gereja Anglikan, sehingga Carey menerima baptisan di gereja itu. William bertobat pada usia 18 tahun. Pada tahun 1779, Carey pindah ke Gereja Baptis. Di sana ia menjadi seorang pengkhotbah dan guru sekolah pada siang hari, sedangkan malam hari ia bekerja sebagai seorang tukang sepatu. Ia juga seorang yang sangat mencintai tanaman. Meskipun Carey melakukan berbagai pekerjaan, ia menyempatkan diri untuk mempelajari sendiri bahasa Yunani, Ibrani, Belanda dan Perancis.

Pada tahun 1792 Carey mengkritik golongan Baptis yang bercorak Calvinis menafsirkan teologi predestinasi sedemikian rupa yang berpendapat jika Tuhan bermaksud menyelamatkan bangsa-bangsa yang jauh, Dia dapat menyelamatkan mereka tanpa memakai tenaga manusia sebagai pekabar Injil. Kritikan Carey terhadap Calvinisme dinyatakan dalam buku, An Inquiry into the Obligation to use Means for the Conversion of the Heathen, yang isinya mengatakan bahwa tenaga manusia dibutuhkan untuk menginjili bangsa-bangsa yang jauh. Carey menegaskan panggilan setiap orang Kristen untuk berperan dalam misi gereja, yakni mengabarkan Injil ke seluruh dunia.

Ketertarikannya pada saat membaca buku harian David Brainerd, yang menyerahkan diri untuk mengabarkan Injil kepada orang Indian di Amerika menginspirasikannya untuk menjadi salah satu misionaris pertama yang pergi ke India pada 1792 yang mendarat di Malda. Sebelum menjadi misionaris,William Carey menjadi pendeta di kapel Gereja Baptis di Moulton tahun 1786.

Ia juga membantu mengorganisasi English Baptist Missionary Society berkedudukan di Nottingham.  Kepandaian Carey yang mencakup ketrampilan praktis maupun intelektual serta kemampuan berbahasa, sangat mendukung usahanya dalam pekabaran Injil di India. Semboyan dalam hidupnya adalah, “Mengharapkan perkara-perkara besar dari Tuhan dan mengusahakan perkara-perkara besar bagi Tuhan.

Ketika pertama kali pindah ke India, keluarga Carey menghadapi banyak kesulitan. Hal itu menyebabkan Carey beralih pekerjaan, yaitu menjadi pengelola pabrik nila di pedalaman India. Istri Carey tidak tahan hidup di tempat tersebut sehingga ia mengalami gangguan jiwa dan hal ini memberi dampak besar bagi perkembangan anak-anak mereka.

Namun, itu semua tidak membuat Carey putus asa. Ia memakai kesempatan hidup terpencil di perkebunan untuk belajar bahasa Sanskrit dan bahasa Bangla, yang nantinya akan berguna bagi karya penerjemahan Alkitab yang dilakukannya.

>Pada tahun 1793 Carey tiba di Kolkata, namun ia langsung mendapatkan perlawanan dari pihak Perusahaan Hindia Timur Inggris (East India Company) yang saat itu berkuasa di India. Akibatnya, Carey terpaksa mundur ke Serampur (dekat Kolkata), yang merupakan daerah jajahan kecil Perusahaan Hindia Timur Denmark pada waktu itu. Namun demikian, di kota Serampur inilah karya Carey dimulai.

Ketika pindah ke Serampur, Carey bergabung dengan dua orang temannya, yaitu: seorang guru bernama Joshua Marshman dan seorang tukang cetak dan redaktur koran bernama William Ward. Mereka mendirikan sekolah untuk anak-anak orang Eropa dan mengajarkan bahasa Bangali, Sansekerta, dan Marathi  pada pegawai negeri berkebangsaan Inggris, tenaga Perusahaan Hindia Timur Dengan cara itulah mereka dapat mencukupi kebutuhan misi.

Penerjemahan Alkitab diprioritaskan, sehingga dalam waktu 30 tahun mereka menerjemahkan seluruh Alkitab ke dalam 6 bahasa, ditambah bagian-bagian tertentu dari Alkitab yang diterjemahkan ke dalam 26 bahasa. Pekerjaan ketiga pekabar Injil di Serampur yang terkenal sebagai “Trio Serampur” ini merupakan langkah awal yang sangat bermakna dalam usaha perkembangan kekristenan di India.

Carey ingin mengabarkan Injil seluas dan secepat mungkin, sehingga ia berjalan mengunjungi berbagai pedesaan, mendirikan pos-pos pekabaran Injil di tepi Sungai Gangga, di Orissa dan sampai ke Burma. Tujuan Carey adalah secepat mungkin mendirikan gereja asli India yang mandiri.

Carey berhasil mendirikan berbagai gereja dan sekolah di India, menerjemahkan Alkitab ke dalam berbagai bahasa, membuka pusat kesehatan, mendirikan seminari, dan menyokong reformasi sosial dengan sukses (termasuk menghentikan perlakuan kasar terhadap kaum wanita, pembunuhan anak-anak, pengguguran bayi, dan sati, yaitu upacara pembakaran para janda yang sudah menjadi tradisi di sana).

Keahlian Carey di bidang praktis juga dipakai demi pembangunan negeri India. Ia mendirikan Horticultural Society (Persekutuan Ilmu Perkebunan) dengan tujuan meningkatkan metode-metode pertanian, termasuk mengimpor pohon buah-buahan dari Inggris. William Carey memiliki perhatian terhadap permasalahan pangan di negara Tuhan mengutus dan menempatkan.

Carey selain aktif dalam penginjilan, juga dikenal sebagai tokoh oikumenis. William Carey yang mencetuskan agar setiap 10 tahun diadakan konferensi bersama dari seluruh lembaga perkabaran injil di Tanjung Harapan. Ide ini belum terwujud semasa hidupnya, tetapi baru tercapai pada tahun 1910 di Edinburg.

Pengertian oikumene modern berasal dari buah pikiran William Carey. William Caret meninggal tahun 1834 pada usia 73 tahun. Pada masa pemerintahan Inggeris di Indonesia, Yabez Carey anak William Carey pernah mendarat di Maluku sebagai tenaga misionaris saat itu.